Kamis, 12 Desember 2013

tradisi saprahan adat budaya melayu sambas

Tradisi makan ber-Saprah sangat akrab dalam tradisi masyarakat Melayu Sambas.  Masyarakat Melayu Sambas secara teritorial mendiami kawasan sepanjang pesisir pantai utara Kalimantan Barat. Tradisi ber-Saprah biasanya di lakukan pada acara-acara tertentu, seperti acara pernikahan, acara tepung tawar, sunatan, antar pinang, selamatan dan acara lainnya.
Jamuan Makan Berkelompok
Jamuan makan Saprah masih bisa ditemukan dalam tradisi masyarakat melayu Sambas hingga kini. Kata Saprah sendiri merupakan ungkapan untuk menggambarkan jamuan makan khas melayu yang dilakukan secara berkelompok dengan duduk bersila di lantai.  Dalam beberapa jamuan Saprah dapat ditemukan  kelompok sepanjang  2 x 28 meter hingga 2 x 40 meter, tergantung dengan jumlah orang yang diundang oleh tuan rumah yang punya hajatan dan ‘tarub’ (tenda) yang disediakan. Jamuan untuk undangan pria dan wanita dilaksanakan di tempat yang sama, namun dalam waktu yang berbeda.  Lazimnya jamuan Saprah dilaksanakan untuk undangan pria terlebih dahulu.

 Undangan pria Undangan wanita
Makan bersaprah tidak memapakai sendok, jadi harus dengan tangan. Makanya disediakan air cuci tangan. Setelah semuatamu mendapat hidangan baru jamuan boleh dimakan. Ini menunjukan wujud kebersamaan. Selain makanan, ciri khas yang disajikan adalah air ‘sapang’ yaitu air berwarna teh dengan aroma khas yang terbuat dari rendaman kayu Sapang.
Harus Berjumlah Lima dan Enam
Walaupun tidak ada referensi yang dapat menyebutkan secara pasti sejak kapan tradisi Saprah dimulai, namun banyak pihak yang mengaitkan tradisi ini dengan ajaran Islam sebagai agama yang dianut masyarakat Melayu Sambas.  Karena itu makna yang dapat diungkapkan dari makan ber-Saprah tidak lepas dari ajaran agama Islam, seperti jenis makanan dalam setiap kelompok harus berjumlah 5 (lima) yang melambangkan jumlah rukun Islam. Sedangkan jumlah orang dalam satu saprah harus berjumlah 6 (enam) orang yang melambangkan jumlah rukun iman dalam agama Islam.Undangan wanita
Makan bersaprah tidak memapakai sendok, jadi harus dengan tangan. Makanya disediakan air cuci tangan. Setelah semuatamu mendapat hidangan baru jamuan boleh dimakan. Ini menunjukan wujud kebersamaan. Selain makanan, ciri khas yang disajikan adalah air ‘sapang’ yaitu air berwarna teh dengan aroma khas yang terbuat dari rendaman kayu Sapang.
Harus Berjumlah Lima dan Enam
Walaupun tidak ada referensi yang dapat menyebutkan secara pasti sejak kapan tradisi Saprah dimulai, namun banyak pihak yang mengaitkan tradisi ini dengan ajaran Islam sebagai agama yang dianut masyarakat Melayu Sambas.  Karena itu makna yang dapat diungkapkan dari makan ber-Saprah tidak lepas dari ajaran agama Islam, seperti jenis makanan dalam setiap kelompok harus berjumlah 5 (lima) yang melambangkan jumlah rukun Islam. Sedangkan jumlah orang dalam satu saprah harus berjumlah 6 (enam) orang yang melambangkan jumlah rukun iman dalam agama Islam.



Peran Penyambut Tamu
Adat tuan rumah adalah menghormati tamu. Agar seluruh tamu yang datang semuanya mendapat penghormatan dan penghargaan yang selayaknya dari tuan rumah, maka peran penyambut tamu menjadi penting dalam sebuah jamuan makan ber-Saprah. Penyambut tamu dituntut untuk mengenal seluruh tamu yang diundang. Penyambut tamu bertugas menyambut tamu yang datang sekaligus mengantarkan tamu ke tempat duduknya.  Tempat duduk tamu ditentukan dari status sosialnya di masyarakat, yang disusun mulai dari tempat paling ujung di dalam ‘tarub’. Mereka adalah kelompok yang telah menunaikan ibadah haji dan menjadi panutan, selanjutnya adalah kerabat Raja dan keturunannya, diikuti oleh tokoh dan pemuka masyarakat dan seterusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar